UNTITLED
Aku ingin melihat dunia dimana aku, kamu dan semua orang berbahagia. Tanpa adanya ketakutan ataupun kegelisahan. Di dunia yang hanya ada kebahagiaan tanpa batas. Pertemanan yang abadi dan cinta sejati . walaupun aku sebenarnya tidak tau arti dari sebuah kata “cinta” tapi aku bisa merasakannya. Cintaku kepada ayah, cintaku kepada ibu. Namun ternyata itu tidak cukup untuk mewakili semua makna dari sebuah kata yang misterius itu. Ada sosok lain dibalik sebuah kata yang sederhana itu. Aku tak tahu apa itu. walaupun aku mencari dengan kekuatan berpikirku dan rumusan tentangnya. Siapapun itu tidak akan pernah bisa menjabarkannya. Sekalipun itu romeo kepada Juliet. Kini aku hanya bisa terpaku. Duduk menepi di pinggiran sungai sambil merenung. Entah kapan aku bisa memahami kata yang ajaib itu. Yang bisa muncul tanpa harus disuruh.
Namun lamunanku terhenti. Jiwaku seolah berkata pada diriku sendiri . “kau tak perlu mengerti apa itu cinta. Kau masih terlalu kecil. Dan suatu hari kau akan menguburnya dalam-dalam dan takkan pernah kau buka lembaran tentangnya”. Aku tak mengerti. Apakah selama ini aku berpikir untuk semua hal bodoh yang akan aku lupakan suatu saat nanti?di suatu masa yang entah kapan terjadi. Apakah itu hanya pemikiran tak berguna yang hanya melelahkan jiwaku dan bahkan ragaku.
Bahkan aku tak mengerti ketika aku berusaha untuk mencintai teman-temanku. Justru mereka menjauh. Pergi . dan akhirnya menghilang. Aku tak mengerti kenapa disaat aku membutuhkan mereka aku justu kehilangan mereka.semua orang yang ingin aku cintai.
Senja kini telah dijemput malam. Aku tetap terkesima dengan pembiasan air sungai tanpa tahu maksudnya. Semilir angin berhembus bermain dengan dedaunan rindang disampingku. Ah, mereka hanya membuatku iri. Mereka mengingatkan ku tentang sahabat-sahabatku dulu. Dulu akupun sama halnya dengan mereka.bercanda riang tanpa kenal situasi. Hal yang sangat didambakan semua orang. Namun akupun sama halnya dengan dedaunan itu. Semilir angin pergi seketika meninggalkan daun tanpa peduli apa yang telah terjadi. Daun itu bernasip serupa denganku. Tak ada yang peduli saat ini. Ditinggal sahabatnya.sendiri.
Well,mungkin masih ada yang peduli denganku. Namun aku butuh sahabat-sahabat lamaku. Aku rindu mereka. Rasanya aku rindu sekali. Aku rindu pada dunia lamaku dimana tak ada yang bersedih. Entah kapan dunia itu bisa ada dalam genggamanku lagi. Mungkni itu sebuah permohonan yang kuanggap mustahil.
Kini peluangku untuk meraih dunia itu semakin berkurang. Semakin berkurang dan akhirnya habis. Aku hanya bisa berharap bisa menemukan dunia itu lagi. Tak apalah kalau tak serupa. Aku hanya butuh sahabat yang bisa aku ajak cerita. Yang bisa mendengar keluh kesahku kapan saja. Sepertinya kali ini alam membuat ku iri. Entah kenapa sedari tadi, sepertinya semilir angin datang dan pergi seolah merayuku, entah kenapa perasaaan ini seakan mencabik-cabik jiwaku yang sedang rapuh.
Aku tak binsa menangis. Air mataku sudah banyak menetes untuk hal lain. Aku ingin sekali menangis. Tapi apa kata sahabatku nanti?dulu aku pernah berjanji padanya untuk selalu bersikap tegar dan tidak menangis ketika suatu bencana menghadangku. Aku masih bisa menepati janji itu. Aku juga tegar dan tak akan menangis. Aku akan selalu berusaha untuk menepati janji itu kepadanya sampai ujung usiaku. Bahkan ketika mereka menjauh. Pergi. Dan akhirnya menghilang,
Aku merundukan kepala sekali lagi. Berharap seseorang datang dan menghiburku saaat ini. Ya, aku hanya bisa berharap tanpa bisa memastikan. Bau air dan tanah malam bisa sedikit meredam emosiku yang kalap disaat aku ditinggal teman-temanku. Emosi yang keluar tanpa bisa aku mengontrolnya.
Semilir angin kini berhembus kembali menusuk ragaku yang kini sudah tak mampu untuk menerimanya. Namun, kali ini angin itu membawa sesuatu yang kukenal. Seperti bau yang sudah lama aku tunggu. Ah! Mana mungkin. Mungkin itu hanya hayalan. Hayalan yang selalu datang disaat aku tidak mengiinginkannya.
Kalau saja ibu masih hidup, akan kuceritakan semua hal ini padanya. Karena aku tak sanggup lagi menanggung beban. Atau mungkin, dia sedang mengintip jauh diatas sana tentunya dari surga. Mungkin dia sedih melihat putrinya duduk sendiri di tepi sungai dan menanti seseorang yang tak mungkin datang padanya. Aku tak tahu. Kalaupun itu benar, rasanya aku tak pantas membuat resah hati orang yang sudah tiada. Biarkanlah ibu tenang di alamnya
Angin itu kembali membawa bau yang kukenal. Kucari sumber bau itu. Hidungku sudah seperti anjing pelacak yang sedang melacak bau seorang penjahat kelas berat. Dan kali ini aku melihatnya. Seorang yang kukenal. tersenyum begitu damai. Adli. Dia berdiri tepat di belakangku sambil tersenyum dan menghampiriku. Aku tutup dulu semua lembaran kesedihanku. Aku tak mau kehilangan teman sebaik dia.
Dia melangkah mendekatiku. memberikan tanganya. Aku meraihnya. Aku berusaha menghapus air mataku. Aku berusaha menutup semua kesedihanku didepannya. Aku berusaha sebaik mungkin. Lalu dia mendekatiku dan berkata. “aku masih temanmu yang peduli disaat temanmu yang lain pergi entah kemana. Da, kamu boleh menangis sepuasmu dibahuku. Aku akan membantumu menopangnya. Dan aku mohon, kamu jangan bersedih. Karena aku tahu. Kamu jauh lebih cantik kalau tersenyum.” Lalu dia tersenyum hangat padaku dan memelukku erat. Aku tahu dia sedang berusaha mengurangi bebanku saat ini.
“aku tak akan pernah membiarkanmu jatuh karena apapun. Aku tak akan pernah sekalipun membiarkanmu disakiti. Aku akan terus menopangmu selamanya. Selama aku bisa sampai akhirnya kau dan aku berada di surga.” Dia berbisik di telingaku pelan. Dia memelukku semakin erat seolah aku tidak boleh pergi dari sisinya. Seolah aku tak boleh jauh dari jangkauanya. Bahkan aku pun tak mau dia pergi. Sama seperti teman-temanku yang lain. Yang pergi begitu saja tanpa peduli perasaanku saat ini.
Dia kini mengelus rambutku. Aku mersakannya. Aku merasakan kalau dia sekarang sedang mengurangi bebanku. Beban yang selama ini kupikul sendirian. Dan kini dia datang untuk menopangku. Yang selalu memberiku semangat. Lalu dia melepaskan pelukannya dan kini, dia menatap mataku dengan tajam sambil memegang tanganku yang mulai dingin. dia berkata padaku pelan tapi penuh kesungguhan dalam matanya.
“aku akan selalu ada untukmu”
Selasa, 02 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar